Dewan Energi Terbentuk
Dewan Energi Terbentuk
Anggota dari Kelompok Independen
Kamis, 25 September 2008 | 00:29 WIB
Anggota dari Kelompok Independen
Kamis, 25 September 2008 | 00:29 WIB
Jakarta, Kompas - Dewan Energi Nasional
sesuai amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi akhirnya
terbentuk setelah mengalami keterlambatan hingga lima bulan lamanya.
Tugas dewan ini, di antaranya, menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi.”Sebanyak delapan anggota Dewan Energi Nasional dari kelompok independen sudah ditetapkan DPR hari ini,” kata Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menneg Ristek) Kusmayanto Kadiman, Rabu (24/9), pada acara buka puasa di kantornya.Menurut Kusmayanto, Undang-Undang Energi mengatur Dewan Energi Nasional (DEN) diketuai presiden, dengan ketua harian menteri yang membidangi energi. Di dalam Pasa1 2 Ayat (5) UU itu dijelaskan keanggotaannya juga meliputi tujuh orang menteri dan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas penyediaan, transportasi,
penyaluran, dan pemanfaatan energi.Kusmayanto menjelaskan, delapan anggota DEN dari kelompok independen itu meliputi dua orang dari akademisi (Rinaldy Dalimi dari Universitas Indonesia dan Tumiran dari Universitas Gadjah Mada), dua orang dari kalangan industri (Eddie Widiono dan Herman Darnel, keduanya mantan direktur PT PLN), satu orang dari bidang teknologi (Wijiyono), satu orang dari bidang lingkungan hidup (Muftasor), dan dua orang dari kalangan konsumen (Agusman Effendy dan Hermawan).Dalam kunjungannya ke Redaksi Kompas, akhir pekan lalu, Menneg Ristek menjelaskan, prioritas pembangunan di bidang energi diarahkan untuk pengembangan energi baru dan terbarukan. Namun,efisiensi pemanfaatan bahan bakar minyak (BBM) harus diupayakan. ”Melalui kajian ilmiah, salah satu usulan dari Kementerian Negara Riset dan
Teknologi (KNRT) adalah segera mengonversi minyak tanah ke elpiji, karena dengan sentuhan sedikit teknologi saja dapat mengubah minyak tanah menjadi kerosin atau avtur yang nilainya jauh lebih tinggi, ” kata Kusmayanto.Soal pengembangan energi baru, dia menambahkan,tantangan keterbatasan sumber energi pada masa mendatang sudah dipikirkan sekarang dengan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Untuk energi terbarukan seperti pengembangan selsurya, menurut dia, saat ini mulai ada investor yang merintis industri sel surya dengan teknologi nanosilikon.Rinaldy Dalimi mengatakan, pembangunan PLTN harus dikaji ulang dengan asumsi teknologi
terkini. Pada perkembangan 4-5 tahun terakhir terjadi peningkatan harga uranium sampai 10 kali lipat dan saat ini di Indonesia tidak dikembangkan teknologi untuk memperkaya uranium.”Teknologi nuklir memang perlu dipelajari. Kalau negara kita seperti Korea atau Jepang yang tidak memiliki pilihan banyak sumber energi, mungkin kita sudah sangat perlu untuk mengembangkan PLTN,” katanya.Sementara itu, Tumiran dari UGM dan Agusman Effendy berpendapat, teknologi PLTN yang dikuasai sekarang sudah saatnya diaplikasikan. Pertimbangan mereka adalah keterbatasan sumber energi fosil.
terbentuk setelah mengalami keterlambatan hingga lima bulan lamanya.
Tugas dewan ini, di antaranya, menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi.”Sebanyak delapan anggota Dewan Energi Nasional dari kelompok independen sudah ditetapkan DPR hari ini,” kata Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menneg Ristek) Kusmayanto Kadiman, Rabu (24/9), pada acara buka puasa di kantornya.Menurut Kusmayanto, Undang-Undang Energi mengatur Dewan Energi Nasional (DEN) diketuai presiden, dengan ketua harian menteri yang membidangi energi. Di dalam Pasa1 2 Ayat (5) UU itu dijelaskan keanggotaannya juga meliputi tujuh orang menteri dan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas penyediaan, transportasi,
penyaluran, dan pemanfaatan energi.Kusmayanto menjelaskan, delapan anggota DEN dari kelompok independen itu meliputi dua orang dari akademisi (Rinaldy Dalimi dari Universitas Indonesia dan Tumiran dari Universitas Gadjah Mada), dua orang dari kalangan industri (Eddie Widiono dan Herman Darnel, keduanya mantan direktur PT PLN), satu orang dari bidang teknologi (Wijiyono), satu orang dari bidang lingkungan hidup (Muftasor), dan dua orang dari kalangan konsumen (Agusman Effendy dan Hermawan).Dalam kunjungannya ke Redaksi Kompas, akhir pekan lalu, Menneg Ristek menjelaskan, prioritas pembangunan di bidang energi diarahkan untuk pengembangan energi baru dan terbarukan. Namun,efisiensi pemanfaatan bahan bakar minyak (BBM) harus diupayakan. ”Melalui kajian ilmiah, salah satu usulan dari Kementerian Negara Riset dan
Teknologi (KNRT) adalah segera mengonversi minyak tanah ke elpiji, karena dengan sentuhan sedikit teknologi saja dapat mengubah minyak tanah menjadi kerosin atau avtur yang nilainya jauh lebih tinggi, ” kata Kusmayanto.Soal pengembangan energi baru, dia menambahkan,tantangan keterbatasan sumber energi pada masa mendatang sudah dipikirkan sekarang dengan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Untuk energi terbarukan seperti pengembangan selsurya, menurut dia, saat ini mulai ada investor yang merintis industri sel surya dengan teknologi nanosilikon.Rinaldy Dalimi mengatakan, pembangunan PLTN harus dikaji ulang dengan asumsi teknologi
terkini. Pada perkembangan 4-5 tahun terakhir terjadi peningkatan harga uranium sampai 10 kali lipat dan saat ini di Indonesia tidak dikembangkan teknologi untuk memperkaya uranium.”Teknologi nuklir memang perlu dipelajari. Kalau negara kita seperti Korea atau Jepang yang tidak memiliki pilihan banyak sumber energi, mungkin kita sudah sangat perlu untuk mengembangkan PLTN,” katanya.Sementara itu, Tumiran dari UGM dan Agusman Effendy berpendapat, teknologi PLTN yang dikuasai sekarang sudah saatnya diaplikasikan. Pertimbangan mereka adalah keterbatasan sumber energi fosil.






