Pemaparan Gubernur NAD dalam forum “Governors’ Global Summit Meeting “
Berikut terjemahan dari paparan Gubernur NAD dalam kegiatan “Governors’ Global Summit Meeting “ yang diadakan pada tanggal 18 – 19 November 2008 dalam pertemuan Gubernur Hijau Se-dunia yang berlangsung di California – Amerika Serikat.
Image of Forest
Sebagai Gubernur “Hijau” saya berkomitmen untuk senantiasa mempropagandakan pengembangan ekonomis yang berkelanjutan dan manajemen linkungan yang berkelanjutan di provinsi saya (NAD – Aceh), ini bukan permasalahan yang mudah setelah lebih 30 tahun konflik yang melanda Aceh dan Bencana Tsunami yang memporak – porandakan daerah saya dan tetangga saya (Nias – Sumatera Utara).
Disaat yang sama, hal ini sangat kritis/penting untuk memastikan perlindungan dan pemeliharaan sumber daya alam Aceh – khususnya hutan pedalaman yang sangat luas, daerah aliran sungai dan lautan – sebagai sumber utama untuk pengembangan ekonomis yang berkelanjutan dan bermamfaat juga bagi generasi kedepan.
Background
Forest Rangers
Deforestation
Aceh Green
Background
Saya sebagai gubernur Aceh pertama yang dipilih langsung oleh rakyat pada Desember 2006. Prioritas pertama saya adalah menghentikan penebangan hutan yang merajalela. Menghambat deforestasi dan perubahan iklim adalah sebuah tugas yang dapat dicapai dengan bekerja sama dengan semua pihak (pemerintah dari provinsi lain, masyarakat umum, masyarakat lokal dan sektor swasta).
Pada bulan April 2007, Gubernur Papua,dan Papua barat dan saya melakukan penandatanganan Deklarasi perubahan iklim yang mana intinya :
- Pembangunan yang ramah lingkungan dan pengembangan ekonomis yang berkelanjutan.
- Pengurangan emisi gas rumah kaca dari penebangan hutan dan degradasi (REDD).
- Mengurangi kemiskinan,melindungi hak masyrakat, menciptakan lapangan kerja dan menarik Investor.
Forest Rangers
Untuk mewujudkan moratorium tersebut, saya memperkerjakan 1.000 orang fasilitator hutan yang terdiri dari para mantan kombatan pejuang, yang ditugaskan untuk meningkatkan kesadaran diantara masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam perlindungan hutan dan pelaksanaan manajemen yang berkelanjutan.
Deforestation
Antara tahun 1980 dan 2006, Aceh telah kehilangan 914.422 ha, 74% dari hutan yang hilang adalah hutan dataran rendah. Menghentikan penebangan hutan yang efektif bukan tugas yang mudah, terutama dilingkungan post-conflict. Saya mulai melihat bahwa, agar strategi lingkungan benar-benar efektif dan berkesimabungan dengan tujuan ekonomi dan sosial, maka lahirlah Aceh Green.
Aceh Green
Saya mengembangkan konsep pengembangan ekonomis hijau dan strategi penanaman modal untuk Aceh, atau Aceh Hijau, Ketika kunjungan saya ke Amerika Serikat pada bulan September 2007. saya secara resmi meluncur Aceh Hijau di UNFCC COP 13, di Bali pada bulan Desember 2007.
Aceh Hijau – Aceh Green, mengkombinasikan perubahan iklim, energi terbarukan, manajemen penggunaan lahan, pengembangan ekonomi dan masyarakat, perdagangan dan perlindungan alam secara lintas sektoral.