Dilema Pengelolaan Lingkungan di Era Otonomi Daerah
Oleh : Burhanuddin Nasution, SH, MH dan Farid Wajdi
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan.
Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang diperlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumberdaya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu.
Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana. Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan yang erat. Adakalanya manusia sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya, sehingga aktivitasnya banyak ditentukan keadaan lingkungan di sekitarnya.
Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Manusia tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan aktivitas manusia. Banyak contoh kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan aktivitas manusia seperti pencemaran udara, air, tanah dan kerusakan hutan yang kesemuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri.
Pembangunan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam. Tetapi, eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan. Lalu, bagaimana pengelolaan potret lingkungan hidup di era otonomi daerah?
Pembangunan Nasional dan Berkelanjutan
Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di dalam melaksanakan pembangunan nasional perlu memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan secara seimbang. Konperensi PBB Lingkungan Hidup yang diadakan di Stockholm (1972), Deklarasi Lingkungan Hidup KTT Bumi di Rio de Janeiro (1992) yang menyepakati prinsip dalam pengambilan keputusan pembangunan harus memperhatikan dimensi lingkungan dan manusia. Kemudian KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg (2002) telah membahas dan mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup.
Bagi Indonesia, kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumberdaya alam. Dapat dikatakan sumberdaya alam mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang. Atas dasar itu, di dalam penerapannya harus memperhatikan segala sesuatu yang telah disepakati dunia internasional.
Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan. Begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan.
Bahkan ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada dan penurunan kualitas lingkungan hidup.
Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, air, energi dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu.
Dalam pelaksanaan pembangunan di era otonomi daerah, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-undang No 32 Tahun 2009. Undang-undang dimaksud disahkan DPR tanggal 3 Oktober 2009. Keberadaan Undang-Undang itu menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU itu juga memiliki hubungan dengan Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang Non 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Sejalan dengan laju pembangunan nasional yang dilaksanakan, masalah lingkungan hidup sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam. Di samping masih adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.
Sungai-sungai di perkotaan tercemar limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat sesuai dengan kualitas lingkungan yang baik. Dengan kata lain, masalah lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan semakin berat. Apalagi kalau dikaitkan pemanfaatan sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas. Ditambah pula sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi ke dalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan.
Di dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, sektor sumberdaya alam dan lingkungan hidup perlu memperhatikan mandat yang terkandung dari Program Pembangunan Nasional. Yaitu upaya untuk mendayagunakan sumberdaya alam yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang.
Hasil KTT Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development-WSSD) di Johannesburg Tahun 2002, Indonesia aktif dalam membahas dan berupaya mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup. Atas dasar itu, diputuskan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang dengan bersendikan pada pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan memperkuat satu sama lain.
Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.
Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan, sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, di samping perangkat hukum dan perundangan, informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri. Akan tetapi terintegrasi, menjadi roh, dan bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan di semua sektor, termasuk di daerah.
Penulis pertama adalah Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Serdang Bedagai dan penulis kedua adalah Dekan FH UMSU.
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan.
Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang diperlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumberdaya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu.
Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana. Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan yang erat. Adakalanya manusia sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya, sehingga aktivitasnya banyak ditentukan keadaan lingkungan di sekitarnya.
Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Manusia tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan aktivitas manusia. Banyak contoh kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan aktivitas manusia seperti pencemaran udara, air, tanah dan kerusakan hutan yang kesemuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri.
Pembangunan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam. Tetapi, eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan. Lalu, bagaimana pengelolaan potret lingkungan hidup di era otonomi daerah?
Pembangunan Nasional dan Berkelanjutan
Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di dalam melaksanakan pembangunan nasional perlu memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan secara seimbang. Konperensi PBB Lingkungan Hidup yang diadakan di Stockholm (1972), Deklarasi Lingkungan Hidup KTT Bumi di Rio de Janeiro (1992) yang menyepakati prinsip dalam pengambilan keputusan pembangunan harus memperhatikan dimensi lingkungan dan manusia. Kemudian KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg (2002) telah membahas dan mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup.
Bagi Indonesia, kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumberdaya alam. Dapat dikatakan sumberdaya alam mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang. Atas dasar itu, di dalam penerapannya harus memperhatikan segala sesuatu yang telah disepakati dunia internasional.
Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan. Begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan.
Bahkan ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada dan penurunan kualitas lingkungan hidup.
Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, air, energi dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu.
Dalam pelaksanaan pembangunan di era otonomi daerah, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-undang No 32 Tahun 2009. Undang-undang dimaksud disahkan DPR tanggal 3 Oktober 2009. Keberadaan Undang-Undang itu menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU itu juga memiliki hubungan dengan Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang Non 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Sejalan dengan laju pembangunan nasional yang dilaksanakan, masalah lingkungan hidup sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam. Di samping masih adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.
Sungai-sungai di perkotaan tercemar limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat sesuai dengan kualitas lingkungan yang baik. Dengan kata lain, masalah lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan semakin berat. Apalagi kalau dikaitkan pemanfaatan sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas. Ditambah pula sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi ke dalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan.
Di dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, sektor sumberdaya alam dan lingkungan hidup perlu memperhatikan mandat yang terkandung dari Program Pembangunan Nasional. Yaitu upaya untuk mendayagunakan sumberdaya alam yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang.
Hasil KTT Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development-WSSD) di Johannesburg Tahun 2002, Indonesia aktif dalam membahas dan berupaya mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup. Atas dasar itu, diputuskan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang dengan bersendikan pada pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan memperkuat satu sama lain.
Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.
Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan, sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, di samping perangkat hukum dan perundangan, informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri. Akan tetapi terintegrasi, menjadi roh, dan bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan di semua sektor, termasuk di daerah.
Penulis pertama adalah Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Serdang Bedagai dan penulis kedua adalah Dekan FH UMSU.