Satu Pohon Satu Rumah, Mungkinkah?
Kita semua tahu bahwa penggundulan hutan di dunia ini berujung kepada peningkatan suhu global, menimbulkan bencana longsor, banjir ketika curah hujan tinggi dan kekeringan ketika curah hujan rendah. Semua ini menjadi persoalan serius umat manusia di dunia ini, termasuk buat masyarakat Indonesia. Mengapa dikatakan buat masyarakat Indonesia karea tingginya angka deforestasi (kerusakan hutan) di Indonesia. Indonesia negara yang sangat suka merusak hutan dan Indonesia pula yang selalu berteriak menyelamatkan hutan lewat Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Teriakannya lantang dan penuh slogan seperti gerakan "Satu Miliar Pohon Indonesia untuk Dunia" atau "One Billion Indonesian Trees for the World", slogan "Selamatkan Hutan untuk Anak Cucu", "Menanam Satu Pohon untuk Orang".
Belum lagi Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon (GPTPP). Gerakan yang dimotori tujuh organisasi perempuan yakni Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (Sikib), Dharma Wanita Persatuan, Aliansi Perempuan untuk Pembangunan Berkelanjutan (APPB) dan Korps Wanita Indonesia (Kowani), Dharma Pertiwi, Bhayangkari, dan Tim Penggerak PKK dan berbagai slogan lainnya. Cukup banyak slogan sehingga penulis bingung.
Belum lagi keinginan Kemenhut menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)_sebanyak 26 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional hingga tahun 2020. Hebatnya lagi ingin meraih citra Indonesia di mata dunia sebagai negara penyelamat bumi.
Mari kita (Anda) bertanya dimana program satu miliar pohon yang kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan itu. Menanam pohon bukan bisa hanya katanya, tetapi nyatanya mana. Sudah terlalu sering penulis mengikuti acara serimonial menanam sejuta pohon, berjuta pohon, hadir para pejabat negara dari pusat sampai daerah, merepotkan semua pihak, menghabiskan dana ratusan juta rupiah, ekspose di berbagai media. Fakta dan nyatanya dari acara serimonial menanam berjuta pohon itu tidak ada hasilnya. Mana pohonnya. Habis acara serimonial maka habislah cerita menanam pohon.
Menanam jutaan pohon secara simbolis, hasilnya juga menjadi simbolis. Menyedihkan, memprihatikan akan tetapi itulah kenyataannya. Bila memang sudah ada penanaman berjuta-juta pohon maka sudah pasti kota Medan dan kota-kota lain di Indonesia tidak panas terik lagi. Hebatnya lagi pemerintah telah menyiapkan anggaran Tiga Triliun rupiah untuk penyediaan bibit. Dimana pohon-pohon dari bibit yang disediakan triliunan rupiah itu?
Berpikir Global, Bertindak Lokal
Letih, lelah, membosankan dan memprihatinkan dari slogan, retorika para pemimpin negeri ini jika bicara penghijauan, penanaman berjuta-juta pohon. Sementara penebangan berjuta-juta pohon terus terjadi. Diperkirakan setiap lima menit di Indonesia kehilangan hutan alam seluas lapangan sepakbola.
Hal yang menyedihkan lagi, kita (Anda) selalu berpikir global dan bertindak global. Bagaimana kalau kita (Anda) berpikir global tetapi bertindak lokal. Lupakan bertindak global yakni melakukan acara serimonial dengan menanam berjuta pohon, lupakan tindakan untuk menanam berjuta pohon, lupakan slogan untuk seorang menanam sebuah pohon dalam setahun. Lupakan perempuan menanam, anak-anak menanam dengan slogan kanak-kanak menanam, dewasa memanen. Lupakan itu dan bertindak yang lokal atau yang sederhana saja.
Bertindak yang sederhana atau lokal tetapi dengan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan menanam pohon sebab menanam pohon sangat penting karena satu pohon menurut penelitian bisa menyerap gas CO2 (karbondioksida) hingga 28 ton per tahun dan menampung air hingga 100 liter per tahun.
Menanam pohon bagi manusia berarti manusia itu biasa menghirup udara (oksigen) secara gratis sebanyak 10 ton per tahun dan menggunakan air sekitar 10 liter per hari. Luar biasa karena manusia yang menanam pohon memberikan kehidupan bagi manusia di sekitarnya. Tidak salah bila dikatakan orang yang menanam pohon itu adalah orang mulia.
Kita (Anda) kini di dunia ini sudah tak aman lagi, bumi harus diselamatkan. Alasannya baru cuaca yang tidak menentu, bumi yang semakin panas sampai mencapai 34 Celcius seperti kota Medan membuat semua warga menjerit.
Penyebabnya semua kita (Anda) mengetahuinya bahwa kita (Anda) kekurangan pohon untuk menghasilkan udara segar, kendaraan semakin banyak memproduksi asap (Karbon). Hutan alam hilang sebab pohonnya habis ditumbang untuk industri kehutanan pada hal bila kita (Anda) bertindak sederhana atau lokal saja maka cukup menanam jutaan hektar lahan-lahan kosong yang ada di Indonesia. Sederhanakan! Namun, kita (Anda) tidak mau karena kita (Anda) mau cepat kaya, mau langsung senang.
Satu Pohon Satu Keluarga
Lagi, mari kita (Anda) berpikir lokal atau sederhana, tidak perlu satu orang menanam satu pohon. Susah itu. Bayangkan saja penduduk kota Medan ada lebih kurang dua juta jiwa. Bila ada pohon lebih kurang dua juta pohon maka luas kota Medan akan habis, mau dimana penduduk kota Medan ini bermukim atau tinggal. Susahkan dan tidak memungkinkan.
Hal yang sederhana agar kota Medan sejuk, cukup menanam satu pohon untuk satu rumah, mungkinkah? Banyak juga yang mengatakan tidak mungkin dan bila saja setengahnya saja memungkinkan sudah luar biasa.
Menanam berjuta-juta pohon di lahan kosong di luar kota Medan sampai kini tidak menjadi kenyataan. Kementerian Kehutanan sibuk beretorika terus ingin menghijaukan hutan di Indonesia. Ada hal yang sederhana yakni Pemerintah Indonesia lewat Kemenhut RI cukup melakukan moratorium untuk hutan alam Indonesia. Industri kehutanan sudah saatnya menanam lahan-lahan kosong yang kritis dan menanam hutan alam yang pernah dibuka, dibabat habis.
Satu pertanyaan, industri kehutanan mana di Indonesia yang berhasil melaksanakan Hutan Tanaman Industri (HTI). Adakah? Bila tidak (belum) ada maka itu tugas pemerintah atau Kemenhut untuk memberhasilkannya dengan jalan melakukan moratorium penebangan hutan alam. Gampangkan! Kalau pemerintah mau.
Hal ini yang paling gampang kalau pemerintah mau yakni satu rumah satu pohon. Kini di kota Medan hampir semua sudut ada pembangunan perumahan. Sebaiknya Pemerintah Kota (Pemko) Medan membuat kebijakan yang mengharuskan pihak developer setiap membangun satu unit rumah memiliki satu pohon di depan rumah itu, jangan pohon Palem apa lagi pohon tomat atau pohon cabe tetapi pohon yang memiliki daun lebat, mampu memproduksi oksigen (udara) seperti mohon Mangga, Kueni, Manggis dan sejenisnya. Manfaat ganda diperoleh sebab pemilik rumah dapat menikmati buah-buahan gratis dan udara yang sejuk.
Buat perumahan baru wajib sebab umumnya pertapakan perumahan baru dari lahan tertutup dan dibuka maka wajib menanam satu pohon untuk satu unit rumah yang dibangun.
Lantas untuk rumah yang memiliki lahan juga diminta untuk menanam satu pohon kehidupan di depan, samping atau belakang rumahnya. Pemko Medan harus membantu dengan memberikan bibit tanaman kehidupan kepada rumah warga yang masih memiliki lahan untuk ditanam pohon kehidupan.
Di samping itu Pemko Medan juga harus memberikan apresiasi, penghargaan kepada rumah warga/penduduk yang ada beberapa pohon di depan, samping atau belakang rumahnya. Memberikan penghargaan seperti pemotongan biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) rumah tersebut.
Hal yang langsung bisa dilakukan Pemko Medan yakni menginventasi semua sisi jalan-jalan di kota Medan. Secara kasat mata saja masih banyak sisi tepi jalan di kota Medan yang bisa ditanam pohon, tetapi Pemko Medan belum berbuat untuk itu. Bila ini dilakukan maka kota Medan akan sejuk, tidak panas seperti sekarang ini. Mungkinkah satu pohon untuk satu rumah. Lebih memungkinkan dari pada bicara satu orang menanam satu pohon.
(Penulis adalah sarjana pertanian, aktivis lingkungan di Sumatera Utara dan kini menetap di kota Medan | Ir. Fadmin Prihatin Malau).
Belum lagi Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon (GPTPP). Gerakan yang dimotori tujuh organisasi perempuan yakni Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (Sikib), Dharma Wanita Persatuan, Aliansi Perempuan untuk Pembangunan Berkelanjutan (APPB) dan Korps Wanita Indonesia (Kowani), Dharma Pertiwi, Bhayangkari, dan Tim Penggerak PKK dan berbagai slogan lainnya. Cukup banyak slogan sehingga penulis bingung.
Belum lagi keinginan Kemenhut menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)_sebanyak 26 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional hingga tahun 2020. Hebatnya lagi ingin meraih citra Indonesia di mata dunia sebagai negara penyelamat bumi.
Mari kita (Anda) bertanya dimana program satu miliar pohon yang kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan itu. Menanam pohon bukan bisa hanya katanya, tetapi nyatanya mana. Sudah terlalu sering penulis mengikuti acara serimonial menanam sejuta pohon, berjuta pohon, hadir para pejabat negara dari pusat sampai daerah, merepotkan semua pihak, menghabiskan dana ratusan juta rupiah, ekspose di berbagai media. Fakta dan nyatanya dari acara serimonial menanam berjuta pohon itu tidak ada hasilnya. Mana pohonnya. Habis acara serimonial maka habislah cerita menanam pohon.
Menanam jutaan pohon secara simbolis, hasilnya juga menjadi simbolis. Menyedihkan, memprihatikan akan tetapi itulah kenyataannya. Bila memang sudah ada penanaman berjuta-juta pohon maka sudah pasti kota Medan dan kota-kota lain di Indonesia tidak panas terik lagi. Hebatnya lagi pemerintah telah menyiapkan anggaran Tiga Triliun rupiah untuk penyediaan bibit. Dimana pohon-pohon dari bibit yang disediakan triliunan rupiah itu?
Berpikir Global, Bertindak Lokal
Letih, lelah, membosankan dan memprihatinkan dari slogan, retorika para pemimpin negeri ini jika bicara penghijauan, penanaman berjuta-juta pohon. Sementara penebangan berjuta-juta pohon terus terjadi. Diperkirakan setiap lima menit di Indonesia kehilangan hutan alam seluas lapangan sepakbola.
Hal yang menyedihkan lagi, kita (Anda) selalu berpikir global dan bertindak global. Bagaimana kalau kita (Anda) berpikir global tetapi bertindak lokal. Lupakan bertindak global yakni melakukan acara serimonial dengan menanam berjuta pohon, lupakan tindakan untuk menanam berjuta pohon, lupakan slogan untuk seorang menanam sebuah pohon dalam setahun. Lupakan perempuan menanam, anak-anak menanam dengan slogan kanak-kanak menanam, dewasa memanen. Lupakan itu dan bertindak yang lokal atau yang sederhana saja.
Bertindak yang sederhana atau lokal tetapi dengan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan menanam pohon sebab menanam pohon sangat penting karena satu pohon menurut penelitian bisa menyerap gas CO2 (karbondioksida) hingga 28 ton per tahun dan menampung air hingga 100 liter per tahun.
Menanam pohon bagi manusia berarti manusia itu biasa menghirup udara (oksigen) secara gratis sebanyak 10 ton per tahun dan menggunakan air sekitar 10 liter per hari. Luar biasa karena manusia yang menanam pohon memberikan kehidupan bagi manusia di sekitarnya. Tidak salah bila dikatakan orang yang menanam pohon itu adalah orang mulia.
Kita (Anda) kini di dunia ini sudah tak aman lagi, bumi harus diselamatkan. Alasannya baru cuaca yang tidak menentu, bumi yang semakin panas sampai mencapai 34 Celcius seperti kota Medan membuat semua warga menjerit.
Penyebabnya semua kita (Anda) mengetahuinya bahwa kita (Anda) kekurangan pohon untuk menghasilkan udara segar, kendaraan semakin banyak memproduksi asap (Karbon). Hutan alam hilang sebab pohonnya habis ditumbang untuk industri kehutanan pada hal bila kita (Anda) bertindak sederhana atau lokal saja maka cukup menanam jutaan hektar lahan-lahan kosong yang ada di Indonesia. Sederhanakan! Namun, kita (Anda) tidak mau karena kita (Anda) mau cepat kaya, mau langsung senang.
Satu Pohon Satu Keluarga
Lagi, mari kita (Anda) berpikir lokal atau sederhana, tidak perlu satu orang menanam satu pohon. Susah itu. Bayangkan saja penduduk kota Medan ada lebih kurang dua juta jiwa. Bila ada pohon lebih kurang dua juta pohon maka luas kota Medan akan habis, mau dimana penduduk kota Medan ini bermukim atau tinggal. Susahkan dan tidak memungkinkan.
Hal yang sederhana agar kota Medan sejuk, cukup menanam satu pohon untuk satu rumah, mungkinkah? Banyak juga yang mengatakan tidak mungkin dan bila saja setengahnya saja memungkinkan sudah luar biasa.
Menanam berjuta-juta pohon di lahan kosong di luar kota Medan sampai kini tidak menjadi kenyataan. Kementerian Kehutanan sibuk beretorika terus ingin menghijaukan hutan di Indonesia. Ada hal yang sederhana yakni Pemerintah Indonesia lewat Kemenhut RI cukup melakukan moratorium untuk hutan alam Indonesia. Industri kehutanan sudah saatnya menanam lahan-lahan kosong yang kritis dan menanam hutan alam yang pernah dibuka, dibabat habis.
Satu pertanyaan, industri kehutanan mana di Indonesia yang berhasil melaksanakan Hutan Tanaman Industri (HTI). Adakah? Bila tidak (belum) ada maka itu tugas pemerintah atau Kemenhut untuk memberhasilkannya dengan jalan melakukan moratorium penebangan hutan alam. Gampangkan! Kalau pemerintah mau.
Hal ini yang paling gampang kalau pemerintah mau yakni satu rumah satu pohon. Kini di kota Medan hampir semua sudut ada pembangunan perumahan. Sebaiknya Pemerintah Kota (Pemko) Medan membuat kebijakan yang mengharuskan pihak developer setiap membangun satu unit rumah memiliki satu pohon di depan rumah itu, jangan pohon Palem apa lagi pohon tomat atau pohon cabe tetapi pohon yang memiliki daun lebat, mampu memproduksi oksigen (udara) seperti mohon Mangga, Kueni, Manggis dan sejenisnya. Manfaat ganda diperoleh sebab pemilik rumah dapat menikmati buah-buahan gratis dan udara yang sejuk.
Buat perumahan baru wajib sebab umumnya pertapakan perumahan baru dari lahan tertutup dan dibuka maka wajib menanam satu pohon untuk satu unit rumah yang dibangun.
Lantas untuk rumah yang memiliki lahan juga diminta untuk menanam satu pohon kehidupan di depan, samping atau belakang rumahnya. Pemko Medan harus membantu dengan memberikan bibit tanaman kehidupan kepada rumah warga yang masih memiliki lahan untuk ditanam pohon kehidupan.
Di samping itu Pemko Medan juga harus memberikan apresiasi, penghargaan kepada rumah warga/penduduk yang ada beberapa pohon di depan, samping atau belakang rumahnya. Memberikan penghargaan seperti pemotongan biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) rumah tersebut.
Hal yang langsung bisa dilakukan Pemko Medan yakni menginventasi semua sisi jalan-jalan di kota Medan. Secara kasat mata saja masih banyak sisi tepi jalan di kota Medan yang bisa ditanam pohon, tetapi Pemko Medan belum berbuat untuk itu. Bila ini dilakukan maka kota Medan akan sejuk, tidak panas seperti sekarang ini. Mungkinkah satu pohon untuk satu rumah. Lebih memungkinkan dari pada bicara satu orang menanam satu pohon.
(Penulis adalah sarjana pertanian, aktivis lingkungan di Sumatera Utara dan kini menetap di kota Medan | Ir. Fadmin Prihatin Malau).