Muslim Rohingya Diminta Latihan Militer Selama di Aceh
TuguLangsa - Muslem Rohingya dinilai perlu diberikan latihan militer dan
pendidikan politik di Aceh, setelah itu kembalikan mereka ke Myanmar
untuk mengajari pemerintah Junta Militer mengenai pentingnya
kemerdekaan, hak asasi dan kemanusiaan.
Hal ini disampaikan Alumnus Mindanau Peace Building Institute (MPI) Filipina, Andy Firdhaus Lancök, menyikapi berlarutnya bantuan internasional dan semakin brutalnya pemerintah Junta Militer Myanmar, Kamis, 21 April 2015.
Jika dilihat dari bentuk kekerasan di negaranya, kata Andy, maka sudah sepatutnya etnis Rohingya diberikan pemahaman politik dan latihan militer sebagai bentuk pembelaan diri dengan cara berjuang.
“Kita sudah kenyang dengan berita ketidakpedulian negara dan lembaga PBB atas berbagai penindasan dan kekejaman yang mereka alami,” kata Andy, melalui siaran persnya, Kamis 21 Mei 2015.
Jika tidak, kata Andy, maka selamanya mereka akan terjajah tanpa perhitungan nilai kemanusiaan. “Latihan militer, pendidikan politik, pendidikan HAM menjadi penting agar mereka memiliki nilai tawar dalam menentukan nasib sendiri,” kata Direktur Center for Humanitarian and Social Empowerment (CHSE) Aceh.
Bila sudah begitu, ujarnya, maka dunia international dan lembaga pejuang HAM dan kemanusiaan yang ada di barat akan bereaksi. “Ini memalukan, untuk mencari satu pesawat yang hilang saja menghabiskan dana jutaan dollar, tapi ini penyelamatan ribuan nyawa manusia masih berpikir,” kata mantan aktivis Kontras Aceh tersebut.
Andy juga berharap, kepada masyarakat Aceh agar terus memberi pertolongan dalam bentuk apapun tanpa rasa lelah.
“Kita perlu menyampaikan pesan kemanusiaan pada dunia, bahwa Aceh juga pernah mengalami mimpi buruk dalam segala bentuk kejahatan saat konflik. Kini saudara kita mengalami nasib serupa,” ujarnya.
Selain itu, kata Andy, arus pengungsi Rohingya merupakan cerminan lemahnya penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan upaya menghargai kemanusiaan oleh negara-negara yang tergabung dalam ASEAN maupun lembaga yang konsen terhadap itu.
Mantan aktivis 98 itu juga berharap, pemerintah Indonesia dan pemerintah Aceh secepatnya melakukan kerjasama menangani pengungsi Rohingnya dengan lembaga UNHCR. “Apakah mau menempatkan mereka di sebuah pulau, memberikan pemukiman sementara dan memberikan suaka politik itu terserah pemerintah,” sarannya.
Tidak hanya penanganan kemanusiaan tambahnya, secara politik luar negeri pemerintah juga bisa melakukan pertemuan dengan negara-negara ASEAN dan lembaga PBB lainnya untuk menekankan pemerintah Junta Militer Myanmar yang sudah melanggar norma hukum internasional dan HAM di luar kemanusiaan yang brutal.
“Tidak perlu berlarut-larut lagi, karena kebiadaban sudah berlangsung lama dan sudah mengakibatkan ribuan orang mati,” katanya. [] (mal) | PortalSatu
Hal ini disampaikan Alumnus Mindanau Peace Building Institute (MPI) Filipina, Andy Firdhaus Lancök, menyikapi berlarutnya bantuan internasional dan semakin brutalnya pemerintah Junta Militer Myanmar, Kamis, 21 April 2015.
Jika dilihat dari bentuk kekerasan di negaranya, kata Andy, maka sudah sepatutnya etnis Rohingya diberikan pemahaman politik dan latihan militer sebagai bentuk pembelaan diri dengan cara berjuang.
“Kita sudah kenyang dengan berita ketidakpedulian negara dan lembaga PBB atas berbagai penindasan dan kekejaman yang mereka alami,” kata Andy, melalui siaran persnya, Kamis 21 Mei 2015.
Jika tidak, kata Andy, maka selamanya mereka akan terjajah tanpa perhitungan nilai kemanusiaan. “Latihan militer, pendidikan politik, pendidikan HAM menjadi penting agar mereka memiliki nilai tawar dalam menentukan nasib sendiri,” kata Direktur Center for Humanitarian and Social Empowerment (CHSE) Aceh.
Bila sudah begitu, ujarnya, maka dunia international dan lembaga pejuang HAM dan kemanusiaan yang ada di barat akan bereaksi. “Ini memalukan, untuk mencari satu pesawat yang hilang saja menghabiskan dana jutaan dollar, tapi ini penyelamatan ribuan nyawa manusia masih berpikir,” kata mantan aktivis Kontras Aceh tersebut.
Andy juga berharap, kepada masyarakat Aceh agar terus memberi pertolongan dalam bentuk apapun tanpa rasa lelah.
“Kita perlu menyampaikan pesan kemanusiaan pada dunia, bahwa Aceh juga pernah mengalami mimpi buruk dalam segala bentuk kejahatan saat konflik. Kini saudara kita mengalami nasib serupa,” ujarnya.
Selain itu, kata Andy, arus pengungsi Rohingya merupakan cerminan lemahnya penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan upaya menghargai kemanusiaan oleh negara-negara yang tergabung dalam ASEAN maupun lembaga yang konsen terhadap itu.
Mantan aktivis 98 itu juga berharap, pemerintah Indonesia dan pemerintah Aceh secepatnya melakukan kerjasama menangani pengungsi Rohingnya dengan lembaga UNHCR. “Apakah mau menempatkan mereka di sebuah pulau, memberikan pemukiman sementara dan memberikan suaka politik itu terserah pemerintah,” sarannya.
Tidak hanya penanganan kemanusiaan tambahnya, secara politik luar negeri pemerintah juga bisa melakukan pertemuan dengan negara-negara ASEAN dan lembaga PBB lainnya untuk menekankan pemerintah Junta Militer Myanmar yang sudah melanggar norma hukum internasional dan HAM di luar kemanusiaan yang brutal.
“Tidak perlu berlarut-larut lagi, karena kebiadaban sudah berlangsung lama dan sudah mengakibatkan ribuan orang mati,” katanya. [] (mal) | PortalSatu







