Header Ads

Lingkungan di Tengah Emisi Gas Buang Kendaraan

TuguLangsa - Macat, pengap, sesak dengan asap knalpot merupakan menu keseharian bagi pengguna kendaraan bermotor roda dua, berangkat kerja atau pulang kerja, sama saja, ya sesak, ya ngedumel. Apalagi berhadapan dengan pengendara merdeka, roda dua, roda tiga, atau roda empat, berzig-zag suka-suka, berjalan di atas ego tanpa peduli orang lain, tidak peduli lampu merah, terobos selagi bisa.

Asap knalpot yang panas dan menyesakan, walau tidak menjamin bebas dari kontaminasi pencemaran udara, setidaknya dengan menggunakan masker lebih safety berkendara.

Beruntunglah anda bila menggunakan kendaraan pribadi roda empat dengan fasilitas AC.
Kendaraan Angkot tunggu dulu, sergap, tanggap dan harus lebih cepat bergerak.

Pencemaran udara di kota Medan saat ini sudah mencapai lampu kuning kemerah-merahan, sektor transportasi merupakan kontributor utama bagi pendatang terang-terangan ini. Pada jam-jam tertentu di beberapa titik padat kendaraan bermotor tingkat polusinya sudah melampaui ambang batas. 

Sesekali cobalah berjalan di pagi hari atau sore hari pada jam sibuk sekitar Jalan Setia Budi, Jamin Ginting, Simpang Pos, Jendral Abd Haris Nst, B.Katamso, SM Raja, Laksana, Thamrin, Gajah Mada, Gaharu, Thamrin, HM Yamin, Glugur By Pass, dan Jalan Guru Patimpus. Di tempat-tempat ini mulai terlihat penurunan kualitas udara, terutama pada jam padat lalu lintas.

Sebagian besar pencemaran udara berasal dari transportasi, terutama kendaraan bermotor yang mengandung zat pencemar, sebanyak 60 persen pencemaran terdiri karbon monoksida, 15 persen hidrokarbon dan sisanya pembakaran, proses industri dan pembuangan limbah.

Berbagai faktor terjadinya pencemaran di kota-kota besar yakni, tofografi, kependudukan, iklim, cuaca serta tingkat perkembangan sosio ekonomi dan industrialisasi. Memburuknya kualitas udara, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota besar di Indonesia. Kemacatan dan pencemaran dari sistem transportasi darat memang merupakan problema yang sulit dicari solusinya.

Hal ini bukan saja menimpa Kota Medan, namun kota-kota lainnya di Indonesia, bahkan kota-kota negara majupun mengalami kesulitan dalam upaya mengurangi kemacatan dan menekan kadar polusi udara dari kendaraan bermotor. Masalah ini semakin meningkat keadaannya, jumlah penduduk perkotaan meningkat seiring jumlah penduduk yang terpapar polusi udara.

Buruknya Tingkat Polusi Udara
Banyak kota besar di dunia kualitas udaranya memburuk karena tercemar oleh zat-zat pencemar yang sumbernya berasal dari pabrik-pabrik industri, dan kendaraan bermotor, proses pembakaran, pembuangan limbah padat. Zat-zat pencemar yang paling sering dijumpai adalah: So2, NO dan NO2, Pb, SPM, O3 dan CO. Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.

Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global.

Menurut World Bank, 70 persen sumber pencemar berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor. Dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang tinggi menyebabkan pencemaran udara di Indonesia menjadi sangat serius. Saat ini terdapat lebih dari 20 juta unit kendaraan bermotor di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sekitar 4 juta unit di antaranya berseliweran di jalanan Jakarta. 

Studi oleh para peneliti di Universitas Harvard menunjukkan bahwa kematian akibat pencemaran udara berjumlah antara 50.000 dan 100.000 per tahun. Polusi udara yang tinggi memang berpengaruh buruk bagi kesehatan, terutama paru-paru. Hasil penelitian Shakira Franco Suglia dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Harvard, Boston, AS, satu fakta terungkap bahwa polusi udara dapat mengakibatkan IQ anak jongkok, tim ini meneliti terhadap 202 anak berusia 8 hingga 11 tahun. 

Para peneliti menemukan hubungan fungsi kognitif anak-anak yang sering menghirup karbon hitam (black carbon), yaitu suatu komponen dari partikel emisi yang dikeluarkan knalpot kendaraan. 

Hasil penelitian Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Yogyakarta menunjukkan bahwa anak jalanan, tukang parkir, pedagang kaki lima, tukang becak sopir kendaraan umum, masyarakat yang menjadikan jalan sebagai tempat mengais rezeki, merupakan pihak yang paling rentan terkena resiko pencemaran udara. Mereka itu sangat rentan mengalami keracunan Timbel atau timah hitam (pb), seperti mengalami sakit kepala, mual, muntah-muntah, kejang perut.

Penelitian yang dilakukan oleh Mabes Polri dan FKUI pada tahun 1995 juga mengungkapkan besarnya pengaruh timbel (Pb) dari emisi kendaraan bermotor terhadap kualitas sperma polisi lalu lintas di Jakarta. Penelitian itu melibatkan 232 orang polisi lalu lintas yang bekerja di tepi jalan raya dibandingkan dengan 58 orang polisi lalu lintas yang bekerja di kantor. 

Hasil pengukuran timbel urine secara keseluruhan 266,5 ug Pb/I urine, juga lebih tinggi dari yang diperbolehkan, yakni 65 ug Pb/I urine. Temuan kualitas sperma pada penelitian itu, jika dibandingkan standar baku WHO (standar normal), derajat keasaman (pH) semen mempunyai nilai lebih besar dari standar normal (8,4 vs 7,2-7,8).

Penelitian yang dilakukan pada tahun 1998 di Surabaya oleh UI dan GTZ juga tidak kalah mengkhawatirkan bahkan lebih mencengangkan. 

Dari penelitian yang melibatkan 94 ibu hamil itu, diketahui kadar timbel dalam darah sebesar 42 Ug/dL yang jauh melebihi ambang batas yaitu 20 Ug/dL. Demikian juga analisis yang dilakukan terhadap air susu mereka, diperoleh hasil kadar timbel sebesar 54 Ug/dL, atau lebih dari 10 kali lipat ambang batas yang diizinkan, yakni 0,5 Ug/Dl.

Langkah pengurangan emisi
Deputi Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Ahmad Haryadi, Senin (12/12/09), mengatakan Jakarta adalah kota dengan tingkat polusi udara terburuk ketiga di dunia setelah Meksiko dan Thailand. Penyumbang polusi terbesar adalah sektor transportasi yang mencapai 70 persen. Demikian dikatakan Direktur Eksekutif lingkungan Hidup Jakarta Ubaidillah. "Lingkungan hidup menjadi permasalahan serius di Jakarta. Bahkan buruknya kualitas lingkungan menempatkan Jakarta sebagai kota terburuk ketiga dunia," katanya.

Sekjen Sustran Network for Asia and the Pacific (Jaringan Kegiatan Transportasi Berkelanjutan untuk Asia dan Pasifik) Bambang Susantono mengatakan gaya hidup masyarakat perkotaan dan perilaku ugal-ugalan dalam berkendaraan ikut mempengaruhi tingginya tingkat pencemaran udara. Gaya hidup boros itu terlihat dari kebiasaan menggunakan satu mobil untuk tiap anggota keluarga.

Tidak terlalu jauh berbeda dengan kota Jakarta walau belum ada data yang jelas atas terjadinya pencemaran udara dikota Medan, alat pendeteksi pencemaran udara yang dipasang pada beberapa titik mestinya dapat bekerja secara baik tidak sekedar pajangan, namun secara kasat mata dapat dilihat dan dirasakan bagaimana udara yang kotor kita hirup. 

"Pencemaran udara di Kota Medan sudah sangat mengkhawatirkan, untuk itu Pemerintah Kota Medan akan secepatnya menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang penanggulangan pencemaran lingkungan. Kota Medan sampai saat ini belum mempunyai Perda yang mengatur tentang pencemaran udara, tidak seperti di kota-kota besar lainnya, yakni Surabaya dan Jakarta," kata Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan dan Energi Sumber Daya Mineral Kota Medan yang disampaikan Kabag Tata Usaha, Lis Setyowati di Medan. 

Menurut Kepala Unit Pelayanan Perizinan Terpadu Laboratorium Badan Lingkungan Hidup (UPPT BLH) Sumut, Hidayati, berdasarkan hasil penelitian satu hektar pepohonan hanya mampu menyerap CO2 dari 20 unit kendaraan yang beroperasi normal. Padahal dari data Dinas Perhubungan Sumut tahun 2006, jumlah kendaraan bermotor, roda dua, roda tiga dan roda empat ke atas di Medan mencapai 779.540 unit, total kendaraan bermotor di Sumut 1,38 juta unit, atau setara 34,5 persen dari jumlah kendaraan dikota Jakarta.

Hajatan Kementerian Negara Lingkungan Hidup (LH) bekerjasama dengan Pemerintah Kota (Pemko) Medan dan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyangkut uji emisi khusus untuk kendaraan bermotor roda empat di Jalan Yos Sudarso, Medan pada Rabu (16/7/2008). 

Program kerja ini patut didukung dan didorong, sebagai salah satu langkah awal dalam pengurangan emisi karbon monoksida. Menekankan toleransi ambang batas pengeluaran emisi Carbon Monoksida (CO) yang bisa diberikan untuk kendaraan bermotor berbahan bakar Benzin keluaran di bawah tahun 2007, sekitar 4,5 persen dan Hidro Carbon (HC) sekitar 12000 ppm. Sedang CO untuk kendaraan keluaran diatas tahu 2007 berkisar 1,5 persen dan HC 200 ppm. Sementara untuk kendaraan solar, ambang batas opasisitasnya sekitar 70 persen. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2006. 

Sudah semestinya dalam mengurangi emisi karbon monoksida tidak saja dilakukan penerapan tahun keluaran kendaraan sebagai ukuran ambang batas emisi CO, melainkan juga penerapan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dalam jam padat, penegakan disiplin berlalulintas, peningkatan sarana dan prasaranan jalan dan meningkatkan mutu operasional angkutan umum yang aman serta memadai.

Oleh: Ir. Tauhid Ichyar, MT
(penulis adalah pemerhati masalah lingkungan).
Diberdayakan oleh Blogger.