Mewujudkan Kota Metropolitan yang Ramah Lingkungan
Pembangunan gedung-gedung tinggi itu tentunya harus tanpa hambatan dan dengan alasan apapun.
Selama ini rencana pembangunan gedung tinggi di Kota Medan selalu terhambat dengan alasan membahayakan penerbangan, karena Bandar Udara (Bandara) Polonia terletak di dalam Kota Medan, sehingga pesawat cenderung terbang rendah, terutama bila hendak berangkat maupun mendarat. Ini salah satu kendala mengapa fisik Kota Medan selalu "kerdil". Seharusnya, dengan penduduknya yang heterogen, pertumbuhan dan perubahan fisik Kota Medan akan lebih cepat menjadi sebuah kota metropolitan yang sesungguhnya.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pesatnya pembangunan di kota Medan, penyelesaian bandara Kuala Namu dirasa sangat strategis dan mendesak sebagai pengganti Bandara Polonia yang saat ini sudah tidak layak lagi, baik dari segi keamanan penerbangan maupun pembangunan perkembangan Kota Medan sebagai kota metropolitan.
Bandara Kuala Namu diharap akan menjadi salah satu bandara yang terbesar di Indonesia, dan memiliki 3 akses transportasi, yaitu akses jalan tol, jalan arteri dan akses rel kereta api. Pembangunan bandara ini juga akan mendorong percepatan pengembangan ekonomi wilayah kota Medan dan Deli Serdang, serta akan meningkatkan aksesibilitas ekonomi Sumut.
Setelah Bandara Kuala Namu beroperasi, maka akan lebih leluasa membangun gedung-gedung tinggi di Kota Medan, sehingga wujud sebuah kota metropolitan akan lebih nyata. Namun dalam hal ini para pengembang hendaknya juga memperhatikan prinsip-prinsip lingkungan, dan mereka tidak perlu dipersulit masalah perizinan.
Sedangkan bekas Bandara Polonia bisa dimanfaatkan sebagai Central Business District (CBD), pusat aktivitas bisnis jasa/perdagangan berskala internasional sekaligus pusat aktivitas sosial warga kota. Kawasan ini diperkirakan menjadi kawasan dengan intensitas bangunan pencakar langit yang paling tinggi di kota Medan. Dan itu memang sudah direncanakan, kata praktisi bisnis bidang properti, Benny Basri di kantornya baru-baru ini.
aspek lingkungan
Menurut Benny di kawasan CBD Polonia seluas 33 hektar itu, pengembang bukan hanya mendirikan bangunan-bangunan multifungsi seperti apartemen, hotel, gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, sarana bermain dan olahraga, balai sidang, sekolah, perguruan tinggi, hingga rumah sakit berstandar internasional, tapi juga menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) seluas 9 hektar. Jadi aspek lingkungan tetap diperhatikan.
Melihat prospek yang yang sangat baik ini, pemerintah hendaknya tidak menyia-nyiakan kesempatan dan menyambut baik minat investor untuk menanamkan modal di daerah ini. CBD Polonia juga memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sekitar. Jadi tidak ada alasan tidak mendukung, karena sebuah kota metropolitan membutuhkan kawasan pusat bisnis yang ekslusif dan modern serta dilengkapi ruang terbuka hijau.
Apalagi kabarnya pihak pengembang CBD Polonia bakal membangun Jalan baru menuju arah Jalan Adi Sucipto sepanjang 402 meter dan lebar 26 meter. Bahkan jalan Karang Sari sepanjang 1 Km lebih sampai ke Jalan Brigjen Katamso akan dilebarkan. Oleh sebab itu kehadiran CBD Polonia diyakini memberikan manfaat karena akan menciptakan lapangan kerja baru terutama bagi warga sekitarnya.
Pemerhati lingkungan, Ir. Tauhid Ichyar, MT dalam sebuah tulisannya di harian ini (analisa) mengatakan, Kota Medan saat ini hanya memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) 8 persen dari 26,510 ribu Ha luas Kota Medan. Kota Medan ternyata hanya mempunyai taman seluas 21,5 hektar yang tersebar di 81 taman di seluruh kota. Angka itu tak sebanding dengan luas kota Medan yang mencapai 26.510 hektar.
Selama ini penghitungan ruang terbuka hijau yang dinyatakan 5-7 persen dari luas kota di dalamnya ternyata mencakup makam yang luasnya mencapai 57,2 hektar, lapangan olahraga 16,89 hektar, dan taman segitiga di tengah jalan. (Kompas 18/03/’10).
Masyarakat mendukung Pemko Medan dalam upaya menyediakan ruang terbuka hijau publik seluas 20 persen atau setara 5.560 ha. Walau luas ini masih belum cukup memadai mencapai sasaran ideal. Idealnya luas hutan kota di Medan berdasarkan persentase luas kota, jumlah penduduk dan masalah lingkungan sebesar 30 persen, yakni seluas 7.845 hektar.
Penentuan persentase sebesar 30 persen didasarkan atas Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Terasa ironis, luas hutan kota ini masih terus berkurang sebagaimana telah terjadi pengalihan fungsi yang disetujui dewan. DPRD Kota Medan melalui sidang paripurna mensahkan perubahan peruntukkan di dua wilayah dari jalur hijau menjadi pusat bisnis/pertokoan. Delapan fraksi di DPRD Medan mengeluarkan rekomendasi persetujuan perubahan fungsi walau disertai dengan catatan khusus (Analisa 01/06/’11).
Kota Medan yang saat ini memiliki luas 25.510 hektar per segi akan berkembang menjadi satu kota metropolitan dan akan sulit menghindar dari pesatnya pembangunan yang ditandai dengan pertumbuhan hutan beton untuk memenuhi tuntutan masyarakat. Karena itu perlu keseimbangan dalam membangun hutan beton dan membangun hutan kota. Hutan kota dapat memberikan kenyamanan dan kenikmatan kepada masyarakat. Hutan kota dapat memenuhi tingkat kenyamanan, hutan kota memodifikasi iklim mikro. Hutan kota memberikan lingkungan sekitarnya relatif lebih nyaman dibandingkan di luar hutan kota.
Agaknya keseimbangan antara hutan beton dengan hutan kota ada di CBD Polonia. Setidaknya ruang terbuka hijau meningkatkan kualitas lingkungan di kawasan pusat bisnis tersebut, sehingga rencana membangun gedung-gedung tinggi tidak jadi masalah. Malah akan menimbulkan kesan bahwa Medan adalah kota metropolitan yang hijau dan nyaman.
Sedangkan di sudut lain dalam Kota Medan juga terjadi perubahan drastis, menyusul beroperasinya Bandara Kuala Namu. Hal ini disebabkan tidak ada lagi kendala untuk membangun gedung tinggi di kawasan bisnis lainnya. Hanya saja pemerintah harus mempermudah masalah perizinan. keberadaan bandara pengganti Polonia Medan tersebut juga akan berimbas pada percepatan pembangunan berbagai kawasan industri, pemukiman serta pusat jasa dan komersial.
Untuk itu semua elemen harus menyamakan persepsi bahwa pembangunan itu untuk kemakmuran masyarakat. Dalam hal ini para pengembang jangan melupakan aspek lingkungan, karena kita menginginkan Medan akan tumbuh sebagai kota metropolitan dengan pusat bisnis yang hijau.
Oleh: Agus Salim
Oleh: Agus Salim