12 Pesantren Siap Tampung Pengungsi Rohingya
TuguLangsa - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, sedikitnya 12 pondok pesantren di Jawa Timur dan Jawa Barat siap menampung pengungsi Rohingya, terutama anak-anak yang hidup sebatang kara karena terpisah dari orang tua dan familinya.
“Berdasarkan pendataan di lapangan, anak-anak pengungsi Rohingya di Aceh dan tempat lain banyak yang menjadi yatim piatu dan terpisah dari keluarga besarnya,” kata Kofifah seusai menjadi pembicara pada khataman putri di Pondok Pesantren Raudhatut Thullab, Desa Wonosari, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, Jateng, Rabu (27/5).
Ia menuturkan bahwa mereka butuh pemulihan secara psikososial dan perlu mendapatkan hak asuh karena hidup sebatang kara. Oleh karena itu, perlu tempat yang memadai untuk menampungnya.
Menurut Kofifah, sebanyak 12 pondok pesantren yang siap menampung tersebut, antara lain, Pondok Pesantren di Malang, Pasuruan, Bojonegoro, Jatim, dan Sukabumi, Jawa Barat.
“Pesantren merupakan tempat penampungan yang dirasa cukup kondusif dan efektif bagi anak-anak tersebut,” ucapnya. Untuk kebutuhan penempatan kembali para pengungsi Rohingya, kata Kofifah, memerlukan waktu selama satu tahun. Setelah setahun, pihaknya mendorong komunitas internasional untuk bertanggung jawab terhadap nasib para pengungsi itu, seperti PBB dan negara-negara lain.
“Hal ini bukan menjadi tanggung jawab Indonesia saja, melainkan juga tanggung jawab dunia,” ujarnya. Ia sebutkan, dari 1.250-an pengungsi Rohingya, banyak yang terpisah dari anggota keluarganya, misalnya, sang istri berada di Aceh, tapi suami mengungsi di Malaysia.
Ia katakan, Kementerian Sosial berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk membicarakan reunifikasi (penyatuan kembali) para pengungsi ke keluarganya.|TribunNews
“Berdasarkan pendataan di lapangan, anak-anak pengungsi Rohingya di Aceh dan tempat lain banyak yang menjadi yatim piatu dan terpisah dari keluarga besarnya,” kata Kofifah seusai menjadi pembicara pada khataman putri di Pondok Pesantren Raudhatut Thullab, Desa Wonosari, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, Jateng, Rabu (27/5).
Ia menuturkan bahwa mereka butuh pemulihan secara psikososial dan perlu mendapatkan hak asuh karena hidup sebatang kara. Oleh karena itu, perlu tempat yang memadai untuk menampungnya.
Menurut Kofifah, sebanyak 12 pondok pesantren yang siap menampung tersebut, antara lain, Pondok Pesantren di Malang, Pasuruan, Bojonegoro, Jatim, dan Sukabumi, Jawa Barat.
“Pesantren merupakan tempat penampungan yang dirasa cukup kondusif dan efektif bagi anak-anak tersebut,” ucapnya. Untuk kebutuhan penempatan kembali para pengungsi Rohingya, kata Kofifah, memerlukan waktu selama satu tahun. Setelah setahun, pihaknya mendorong komunitas internasional untuk bertanggung jawab terhadap nasib para pengungsi itu, seperti PBB dan negara-negara lain.
“Hal ini bukan menjadi tanggung jawab Indonesia saja, melainkan juga tanggung jawab dunia,” ujarnya. Ia sebutkan, dari 1.250-an pengungsi Rohingya, banyak yang terpisah dari anggota keluarganya, misalnya, sang istri berada di Aceh, tapi suami mengungsi di Malaysia.
Ia katakan, Kementerian Sosial berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk membicarakan reunifikasi (penyatuan kembali) para pengungsi ke keluarganya.|TribunNews







