Header Ads

Polda Aceh Akan Periksa Dua LSM Penerima Dana Asing

Banda Aceh, Polisi Daerah (Polda) Aceh akan memanggil dua pegurus LSM yang selama ini dinilai menerima dana dari pihak asing atau NGO Internasional Greenpeace, namun diduga tidak memanfaatkannya untuk kepentingan dalam penyelamatan hutan Aceh.

Menurut Kapolda Aceh Irjen Pol Adityawarman, pihaknya sudah mendapat data dan info yang akurat menyangkut adanya dua LSM di Aceh yang menerima dana segar dari Greenpeace. Kedua LSM ini, selama ini kerab berkoar-koar untuk penyelamatan hutan Aceh namun hasilnya belum bisa dilihat secara nyata.


"Kedua LSM ini, menerima dari NGO asing tersebut sebanyak 6 ribu-10 ribu dollar AS," ujar Kapolda kepada wartawan, di Banda Aceh, Kamis (7/1).

Dikatakan, pihak kepolisian akan memanggil dua LSM Aceh ini guna menelusuri penggunaan dana tersebut. Sebab, di satu sisi mereka menerima dana besar untuk keselamatan hutan Aceh, di sisi lain mereka berkoar-koar soal perambahan hutan Aceh.

Menyangkut upaya pemberantasan illegal logging yang dilakukan selama ini, Kapolda menjelaskan, sepanjang tahun 2009 pihaknya berhasil menangani sebanyak 126 kasus pencurian kayu atau illegal logging.

Turun 21 Persen

Kasus illegal logging ini jauh menurun dibandingkan tahun 2008 lalu yakni 160 kasus. Ini menunjukan tahun 2009, terjadi penurunan kasus illegal logging sebesar 21 persen.

Melalui Operasi Babat Rencong yang dilakukan oleh jajaran Polda Aceh, berhasil menangani 126 kasus illegal logging dan membekuk 53 orang tersangka serta menyita107,6 meter kubik kayu di berbagai daerah kabupaten/kota di wilayah NAD.

Menurut Kapolda, sejumlah barang bukti berhasil disita, seperti bentor satu unit, mobil dua unit, truk 10 unit dan chain- saw 10 unit. Semua barang bukti ini disita di lokasi illegal logging disejumlah daerah.

"Tahun ini, kita akan terus berupaya memberantas illegal logging yang masih ada di Aceh," tegas jenderal polisi bintang dua itu.

Meskipun Gubernur Aceh Irwandi Yusuf telah mengeluarkan kebijakan moratorium logging (jeda tebang) tanggal 6 Juni 2007 yang melarang segala bentuk penebangan liar, baik penebangan legal apalagi lagi pencurian kayu di hutan, namun persoalan illegal logging di Aceh masih terus terjadi.

Sejumlah pihak menilai faktor penyebab maraknya penebangan liar di Aceh disinyalir terkait dengan tingkat ekonomi masyarakat di sekitar hutan yang relatif masih rendah, dan kebutuhan masyarakat masih bergantung dari hasil hutan.

Sedangkan kebijakan moratorium logging dinilai banyak orang hanya untuk mengatasi permainan cukong-cukong besar. Meski penilaian itu bukan jaminan, mengingat masih adanya celah dan peluang lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan aksi-aksi kejahatan di hutan.

Faktor lainnya, berkaitan dengan industri penebangan kayu, serta faktor yang berkaitan dengan jaringan yang terbentuk antara pengusaha, politisi dan oknum birokrat, serta pemimpin formal/informal lokal. Tingkat kesejahteraan masyarakat Aceh di sekitar hutan relatif rendah, terbatasnya lapangan pekerjaan dan sumber pendapatan, seringkali menjadi alasan utama mereka melakukan penebangan liar.

Merata

Menurut data, kerusakan hutan di wilayah Aceh sudah merata di sejumlah wilayah, yakni Aceh Singkil, Aceh Tamiang, Aceh Utara, Bireuen, Pidie, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Simeulue, Aceh Selatan dan Aceh Tengah. Dalam sehari, eksploitasi dan kerusakan hutan di Aceh setara dengan 20,796 hektar.

Seperti diberitakan Analisa, perambahan hutan di Aceh Tamiang dan Aceh Timur masih marak. Kendati tergolong dalam volume kecil, namun sampai saat ini kegiatan illegal logging masih terus terjadi di dua kabupaten itu.

Ini terungkap dari hasil monitoring dan investigasi LSM Matahatee, yang masih ditemukan penebangan liar di Aceh Timur dengan titik rawan di Kecamatan Birem Bayeun, Rantau Panjang Peureulak, Rantau Selamat, Peunaron, Serbajadi dan Kecamatan Lokop. Sedangkan di Aceh Tamiang masing-masing Kecamatan Seikrak, Pulo Tiga, Trenggulun dan Baboe.

Direktur LSM Matahatee, Ivo Lestari mengungkapkan, tahun 2008 lalu pihaknya juga memonitoring dampak dari penebangan liar ini menyebabkan terjadinya amukan gajah dan harimau di sejumlah kecamatan dalam wilayah Aceh Timur.(irn), di kutip pada harian Analisa.

Diberdayakan oleh Blogger.