Kehadiran Sampah di Tengah Kita
Kehadiran sampah memang menyebalkan, menjijikkan, mengganggu udara, mengganggu penciuman, mengganggu pemandangan, dan yang paling buruk mengganggu kesehatan.
Kehadiran sampah selalu menjadi problem. Sampah yang merupakan material sisa kehadirannya selalu tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses, proses di tubuh, di dapur, di pabrik atau di lingkungan sekitar kita.
Kehadiran sampah selalu menjadi problem. Sampah yang merupakan material sisa kehadirannya selalu tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses, proses di tubuh, di dapur, di pabrik atau di lingkungan sekitar kita.
Pada dasarnya sampah merupakan konsekuwensi dari adanya aktivitas manusia, sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup berpengaruh pula pada volume sampah yang dihasilkan. Kelebihan produksi sampah bisa menjadi semacam bom waktu, setiap saat dapat meledak dan membawa banyak korban.
Lihatlah pada saat banjir menghadang, luapan aliran sungai yang tersumbat terhalang timbunan sampah sebagai kontributor kita yang sembarangan membuang sampah. Atau perhatikanlah saat tempat pembuangan akhir (TPA) setempat sudah tidak dapat lagi menampung keberadaan sampah warga kota, semak dan menyebalkan.
Aktivitas keseharian kita memproduksi banyak sampah, sejak bangun pagi, buka pintu, mulai membuang sampah, saat sarapan pagi, makan siang, makan malam, menyisakan sampah. Sampai larut malam menyaksikan acara tv kita masih memproduksi sampah, bahkan akan berangkat tidurpun masih juga mengeluarkan sampah. Sampah yang kita hasilkan tidak hanya berasal dari makanan serta bungkusnya, tapi juga dari berbagai aktivitas yang kita lakukan. Ada sampah daun, kertas, kulit buah-buahan, botol, gelas plastik, gelas kaca, kantong plastik, kaleng, atau styrofoam.
Sampah Plastik
Mengubah prilaku merupakan sesuatu pekerjaan yang tidak mudah dilakukan, apalagi itu menyangkut kebiasaan buruk. Sesuai dengan sifat dasar manusia, sepele, tidak peduli, pelupa, malas, jorok dan egois. Perilaku dan budaya ini harus diubah meyangkut kepedulian terhadap lingkungan, mau dan siap menghargai lingkungan yang bersih dan berkelanjutan.
Sebagai kontributor sampah kita berhasil melepaskan sampah lewat aliran sungai ketika hujan turun pada aliran sungai yang sedang meluap, namun lihatlah apa yang terjadi di laut, muara dari berbagai sungai, mengapung berbagai sampah pelastik.
Badan Lingkungan PBB memperkirakan, tahun 2006 tiap 1 mil persegi lautan mengandung 46.000 lembar sampah plastik (marine debris). Atas dasar kelalaian manusia sehingga menimbulkan kerusakan, dilaporkan pada dasar perairan Samudra Pasifik tertutup sampah plastik yang luasnya dua kali daratan Amerika Serikat, diperkirakan jadi dua kali lipat pada 2015. Ini akan berdampak negatif pada rantai makanan. Di laut Pasifik terjadi proses oseanografi gyre, yakni arus melingkar searah jarum jam berkecepatan lambat.
Lingkaran arus ini cukup luas, ribuan kilometer. Sampah plastik secara perlahan bergerak sesuai aliran gyre. Lama-kelamaan sampah plastik mengumpul di tengah gyre karena energi arus di tengah gyre cukup lemah, disebut sebagai "zona mati". Charles Moore, ahli oseanografi Amerika, menyebut Lautan Pasifik sebagai "Great Pacific Garbage Patch".
Diperkirakan 100 juta ton sampah terapung mengikuti aliran gyre. (Kompas,12/05/’09).
Dari plastik yang tersebar di Great Pacific Garbage Patch sampai limbah berbahaya hadir sebagai mesin bom waktu. Ketua Eksekutif Jaringan Konvensi Basel, Jim Puckett, menyatakan setiap hari tidak kurang 5.200 kontainer limbah berbahaya didaratkan di Hong Kong untuk kemudian dikirimkan ke negara pengimpor limbah.
Ada yang dilakukan secara legal namun tidak kurang yang ilegal. Delapan puluh persen dari angka kontainer itu berasal dari Amerika Serikat untuk dikirim ke Kota Guiyu China, ada 5500 industri rumahan yang mengolah bagian-bagian dari elektronik bekas, yang dikenal dengan sebutan e-waste. Berdasarkan data dari situs lokal, wilayah tersebut setiap tahun mengolah sekitar 1.5 juta pon sampah yang terdiri dari sampah komputer, ponsel maupun perangkat elektronik lainnya.
Bahkan baru-baru ini Indonesia kebagian porsi sampah. "Ada sembilan kontainer limbah berbahaya ilegal dikirim dari Massachusetts ke Indonesia," kata Jim Puckett, kepada pers, di Nusa Dua, Bali. Kehadiran kontainer sampah berbahaya ini tidak diketahui keberadaannya, namun pasti secara materi kerugian yang didapat tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh.
Ratusan Tahun Terurai
Secara umum sampah yang ditemukan pada TPA merupakan sampah organik yang mudah terurai sebesar 60-70 persen. Sampah ini terdekomposisi dengan adanya limpasan air hujan bentuk lindi (air sampah), bau menyengat dan gatal apabila terkena kulit. Lindi bergerak sebagai cairan yang mencemari sumber daya air baik air tanah maupun air permukaan. Lindi yang terbentuk dapat mengandung bibit penyakit pathogen seperti tipus, hepatitis atau lainnya. Tumpukan sampah yang beraneka ragam menjadikan lindi mengandung logam berat, salah satu bahan beracun.
Banyak material sampah membutuhkan waktu cukup lama untuk terurai oleh alam. Gelas atau kaca misalnya, butuh ratusan tahun untuk terurai. Lebih parah lagi, sebagian sampah seperti styrofoam tidak dapat terurai dan mengandung bahan berbahaya. Berdasarkan paparan di papan zona sampah, gelas atau kaca, adalah sampah yang paling lama terurai, disusul kaleng yang membutuhkan waktu 80-100 tahun untuk terurai, kemudian plastik yang terurai dalam 50-80 tahun, kertas, 2-5 bulan, dan yang paling mudah terurai adalah sampah organik yang membutuhkan minimal satu bulan.
Persoalan sampah tidak hanya sekedar menyangkut bagaimana secara teknis mengatasi problem sampah, namun menyangkut prilaku dan budaya masyarakat itu sendiri. Perilaku buruk masyarakat harus terus diingatkan bagaimana memperlakukan sampah sebagaimana mestinya. Bila hal ini terabaikan, bayang-bayang bencana banjir dan penyakit akan terus menghantui disetiap pergantian musim.
Masih jelas dalam ingatan bencana longsor di tempat TPA Leuwigajah, Bandung pada Tanggal 21 Februari 2005 merupakan hari kelabu bagi para warga kampung Cilimus, Desa Batujajar Timur, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung, yang berada di sekitar puluhan ton sampah menggulung puluhan rumah hingga sejauh lebih dari satu kilometer, setidaknya 143 jiwa menjadi korban, puluhan lainnya luka-luka, dan ratusan warga lainnya kehilangan tempat tinggal.
Melihat sulitnya material sampah terurai, perlu memberikan pendidikan atas perilaku buruk yang telah dilakukan selama ini, masyarakat dapat imbauan, diajak dan diberikan informasi yang tepat dan menarik dengan penyediaan sarana dan prasarana, serta penegakan hukum yang tegas. Diberikan pengertian bagaimana warga bersikap berani menegur orang-orang yang membuang sampah sembarangan.
Sehatnya suatu kota maupun desa tergantung bagaimana masyarakat memperlakukan sampah. Bilamana sampah masih berserakan di mana-mana, pertanda dikawasan tersebut tingkat kesadaran masyarakat terhadap lingkungan masih rendah pastilah lingkungan belum sehat.
Oleh: Ir .Tauhid Ichyar, MT (penulis adalah pemerhati masalah lingkungan)